Agustus 2014



Makassar, News Lsm
Lembar disposisi seorang
pimpinan seyogyanya mendapat perhatian lebih dari seorang bawahan, karena seorang pimpinan dalam mengeluarkan lembar disposisi dianggap telah mempertimbangkan dengan matang akibat dari disposisi itu atau lembar disposisi itu merupakan perintah lisan atasan terhadap bawahannya atau lembar disposisi itu merupakan pengewajantahan dari martabat dan harga diri seorang pimpinan.
Namun apa lacur bila lembar disposisi yang dikeluarkan seorang pimpinan pada suatu kantor tidak dianggap oleh bawahannya, yang pastinya bahwa bawahan tersebut telah melanggar perintah tertulis dari atasannya, atau dengan kata lain bawahan tersebut telah mempermalukan atasannya dengan tidak mengindahkan disposisi tersebut dengan berbagai macam alasan.
Dan yang lebih aneh lagi bila sang pimpinan membela bawahan yang telah mempermalukan sang atasan tersebut  dihadapan orang luar kantor, hanya berdasarkan laporan sepihak dari bawahan yang telah melanggar kedisiplinan kepegawaian tersebut tanpa mengkorfirmasikan kebenaran dari laporan bawahan itu.
Hal seperti ini rupanya terjadi pada UPTD Akademi Perawat Anging Mammiri Provinsi Sulawesi Selatan, dimana saat penulis (Pimpinan Redaksi Majalah News Lsm) mendapatkan Lembar disposisi dari Direktur Akper Anging Mammiri, Husni Thamrin tertanggal 16 Juni 2014 untuk berlangganan Majalah News Lsm, dimana pada saat penulis ke Akper Anging Mammiri namun karena KTU (Kepala Tata Usaha) tidak berada ditempat hingga penulis langsung menuju ruangan bendahara untuk menyampaikan lembar disposisi itu agar dapat ditindak lanjuti dengan menerima Majalah yang akan berlangganan tersebut. Namun sangat disayangkan dua pegawai yang berada pada ruangan tersebut tidak mau menerima majalah yang akan diberikan untuk berlangganan,  meskipun penulis memperlihatkan lembar disposisi Direktur Akper Anging Mammiri, malah jawaban dari kedua pegawai tersebut mengatakan bahwa silahkan minggu depan menemui KTU karena kami tidak mendapat perintah dari KTU untuk menerima majalah tersebut, meski ada lembar disposisi itu.
Penulis mencoba mengingatkan kedua pegawai tersebut bahwa lembar disposisi ini bagaimana! Kalau anda menolak ini berarti anda melecehkan Pimpinan anda, namun jawaban kedua pegawai itu tetap tidak mau menerimanya denga alasan bahwa tidak ada perintah dari KTU dan mereka meneliti kebenaran paraf Direktur pada lembar disposisi itu serta membenarkan bahwa memang betul itu paraf direktur, namun lagi-lagi mereka menolaknya lalu penulis akan menyampaikan hal penolakan ini kepada direktur.
Akhirnya penulis datang pada tanggal 24 Juni 2014 untuk menindak lanjuti lembar disposisi langganan itu, namun di lantai dua penulis telah dihadang oleh petugas yang berada pada piket penerima tamu dengan mempertanyakan siapa yang ingin ditemui (tidak seperti biasanya), dan meminta untuk memperlihatkan lembar disposisi itu selanjutnya dia membawa keruangan direktur, tak lama berselang dia keluar dan langsung mengatakan bahwa lembar disposisi itu bukan untuk perintah membayar !!!.
Penulis terhentak kaget, lalu menanyakan siapa yang mengatakan bahwa lembar disposisi itu adalah perintah untuk membayar dan dijawab oleh ajudan tersebut bahwa itu berdasarkan laporan dari bendahara bahwa penulis meminta berdasarkan lembar disposisi itu untuk pembayaran majalah.
Nah disinilah letak kebodohan dan ketidak mampuan seorang Husni Thamrin memegang amanah sebagai seorang pimpinan (direktur), bagainama tidak tanpa mengkonfirmasi langsung membela bawahannya yang diduga melaporkan sesuatu berdasarkan karena ketakutan akan dilaporkan karena tidak menghargai lembar disposisi pimpinannya, lalu kedua bawahan tersebut melaporkan hal yang terbalik dari fakta yang terjadi.
Untuk itu penulis sebagai pimpinan majalah news lsm dan sebagai sekertaris jendral lsm kompleks menghimbau kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan atau Pejabat yang berwenang untuk segera mencopot Husni Tahmrin selaku Direktur Akademi Perawat Provinsi Sulawesi Selatan, karena dianggap tidak cakap dalam memimpin/mengembang suatuh amanah yakni sebagai seorang Direktur.
Bila Pencopotan jabatan sebagai Direktur Akademi Perawat Prov. Sulsel tidak segera dilakukan maka akan dapat menimbulkan efek kurang baik bagi tempat lain atau instansi lain, hal ini dikarenakan akan muncul persepsi bahwa seorang pimpinan akan membela bawahannya walaupun bawahan itu membuat laporan yang tidak sesuai kejadian yang ada dan akan ada contoh bahwa pimpinan suatu lembaga pemerintah akan selalu membela bawahannya walaupun bawahan tersebut berbuat salah.(rr)    
 



Makassar, News Lsm
Polrestabes Makassar nampaknya tidak dapat memperlihatkan kemasyarakat kenerjanya yang baik, hal ini dapat dilihat pada penanganan berbagai macam kasus korupsi dan beberapa kasus pidana lain yang dilaporkan oleh elemen masyarakat.

Beberapa kasus dugaan Korupsi yang dilaporkan oleh Lsm Kompleks sejak tahun 2011 namun hingga kini tak satupun kasus yang dilaporkan itu berjalan sebagaimana mestinya. Kasus-kasus dugaan korupsi yang dilaporkan Lsm Kompleks itu antara lain : 1. Kasus dugaan penggunan Ijazah palsu oleh pejabat SAR V Makassar, 2. Kasus pengadaan tanah Stadion Barombong, 3. Kasus Fasilitasi kegiatan pemberitaan media cetak TK-PSDA dan pemberitan Balai Pompengan, 4. Kasus Pengadaan Sertifikat Tanah Balai Pompengan Jeneberang, 5. Kasus Proyek Drainase Kota Makassar tahun anggaran 2013 dan 6. Kasus dugaan Korupsi pada proyek pengadaan Hand Traktor Dinas Pertanian Provinsi Sulsel.

Sekertaris Jendral Lsm Kompleks ruslan mengatakan bahwa hingga saat ini seluruh laporan yang telah disampikan kepada penegak hukum yang di sulsel ini semuanya tidak jelas penanganannya, hingga kepercayaan Lsm kompleks kepada penegak hukum diwilayah ini boleh dikata sudah sangat memprihatinkan. Hingga Mungkin ada benarnya bahwa “SULAWESI SELATAN ADALAH SURGA BAGI PARA KORUPTOR” tandas ruslan.

Untuk itu ruslan berharap agar kapolda, Kajati, Kapolrestabes dan Kajari segera mengevaluasi kinerja para aparatnya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada para penegak hukum yang ada di daerah ini dan segera mencopot atau menonaktifkan semua penegak hukum yang menangani kasus itu agar menjadi pembelajaran begi aparat yang lainnya. (rr)

Makassar, News Lsm

Proyek Pembangunan/Rehabilitasi Gedung Kantor Sekolah Luar Biasa Negeri (SLB-N) Pembina Provinsi Sulawesi Selatan yang dikerjakan tahun 2013 lalu hingga kini masih menyisakan persoalan yang berada pada penegak Hukum yakni Kejaksaan Negeri Makassar atas dugaan Tindak Pidana Korupsi yang dilaporkan oleh LSM Kompleks.
Dugaan Korupsi itu berawal tatkala ditemukannya pekerjaan yang telah habis masa kerjanya namun masih dikerjakan hingga lewat tahun anggaran, dikonfirmasi Kepala Sekolah Muh. Kasim  sebagai KPA, Jamaluddin selaku Panitia Proyek dan Pengawas pada perusahaan pemenang, menyatakan bahwa penambahan waktu 50 hari kerja yang dilakukan oleh pemilik pekerjaan tanpa adanya pinalti atau denda keterlambatan menjadi awal temuan Lsm Kompleks.
Dari hasil penelusuran LSM Kompleks ditemukan bahwa, tidak dikenakannya denda keterlambatan dikarenakan adanya pernyataan tertulis Panitia Pusat bahwa denda hanya bisa dikenakan bila waktu tambahan telah habis dan pekerjaan masih belum rampung.
Lsm Kompleks sebagai pemerhati penggunaan uang negara telah memperigatkan kepada KPA bahwa apa yang dilakukan itu merupakan pelanggaran Korupsi, namun KPA dan Panitia bersikeras bahwa apa mereka lakukan telah benar adanya. (rr)

Makassar, News Lsm                                                                                                                     
Tak ada Rotan, Akarpun Jadi peribahasa ini diartikan bahwa Bila tak ada sesuatu yang baik, maka yang kurang baik-pun dapat digunakan.
Karena sulitnya mengatasi pemberitaan media massa terkait penjualan “Buku Cara Pintar Mengelola Komite Sekolah” Karya Bachtiar Adnan Kusuma,  yang di”Paksakan” untuk dibeli oleh sekolah-sekolah yang nota bene adalah hanya sekolah-sekolah yang berstatus Negeri hingga langkah terakhir yang ditempuh adalah mengikuti saran dari oknum Auditor pemerintah yakni membolehkan pembayaran buku cara pintar mengelola komite sekolah menggunakan Dana BOS dengan dalih buku untuk pengayaan perpustakaan.
Ruslan R dari Lsm Kompleks mengatakan, namun bila mengkaji buku tersebut maka sangat mengherankan bila anggaran Dana BOS yang dipergunakan untuk membayar buku tersebut, karena buku tersebut diperuntukkan bagi Komite Sekolah.
Dan kenapa diwajibkan 10 Exemplar tiap sekolahnya serta kenapa hanya sekolah yang berstatus negeri yang di “Paksa” membeli, lalu dengan harga Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu) per exemplarnya maka total anggaran yang harus dikeluarkan tiap sekolah negeri dalam penggunaan Dana Bos nya adalah sebesar Rp. 1.500.000,- bukankah harga yang sangat kemahalan?.Lebih lanjut Ruslan mengatakan bahwa alasan pembenaran untuk membayar harga buku tersebut senilai Rp. 1.500.000,-  dengan mempergunakan Dana BOS dengan memasukkan buku tersebut sebagai buku pengayaan merupakan suatu cara hanya untuk menghalalkan hal tersebut.
Bila ditelisik lebih jauh isi dari buku itu maka yang akan kita temukan hanyalah muatan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan dunia pendidikan, karena isi buku tersebut hanya berisi gambar dari sebagian besar foto dari kegiatan Seminar Sehari pemberdayaan Komite Sekolah yang dimana kegiatan seminar itua memungut biaya pada para kepala sekolah “lagi-lagi hanya sekolah berstatus negeri” sebesar Rp. 500.000,-  dan foto gambar kegiatan yang dilakukan oleh Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Makassar (SMPN 6 Makassar). lanjut Ruslan bahwa sejak Forum Komite Sekolah Makassar dibentuk tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh Forum Komite guna membantu menyelesaikan persoalan apa yang terjadi pada Komite Sekolah yang ada di Makassar ini, yang ada hanyalah melaksanakan 2 (dua) kegiatan yakni 1. Seminar Sehari pemberdayaan Komite Sekolah dan 2. menjual Buku Cara Pintar Mengelola Komite Sekolah.
Jadi sejak dibentuknya Forum Komite Sekolah Makassar ini telah meraup Dana Bos pada tiap Sekolah Negeri sebanyak Rp. 2.000.000,= (dua juta rupiah), dan tidak ada kegiatan lain yang bermanfaat bagi Komite maupun sekolah. 
Lsm Komplek yang diwakili oleh Ruslan Rahman menghimbau kepada Walikota Makassar, kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar, Sekertaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota makassar, Manager Dana Bos dan semua yang berkompeten untuk sesegera mungkin menghentikan Pemaksaan pembayaran Buku cara Pintar Mengelola Komite Sekolah dengan dalih buku pengayaan, hal ini guan menghindari penyalahgunaan keuangan Negara dan penyalahgunaan Wewenang dan Jabatan seperti yang termaktub dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana , tandas ruslan rahman.

Makassar, News Lsm      

Larangan tidak boleh terlibat dalam politik praktis sudah ditegaskan dalam pasal UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, bahkan ditegaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) “dilarang” terlibat dalam kegiatan kampanye partai politik. Tidak main-main, di dalam UU tertuang, setiap PNS yang terbukti melakukan kegiatan kampanye “dikenai sanksi” bahkan “diancam pidana”.
Namun apa lacur aturan itu nampaknya tidak berpengaruh atau tidak pernah ditakuti oleh Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Sulawesi Selatan H.M Amin Yakub, pada tanggal 17 Juni 2014 lalu nampak Amin Yakub berada di bandara Internasional Hasanuddin Makassar dalam acara penjemputan Capres Nomor Urut 1 Prabowo Subianto dari Partai Gerindra.
Nampak dalam gambar Amin Yakub bertegur sapa dan foto bareng dengan A. Darussalam Tabbusala dan orang partai Gerindra.
Dan dengan sangat jelas tertuang dalam Pasal 86 ayat (2) huruf e UU Nomor 8 Tahun 2012, menegaskan bahwa : “Pelaksana kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikut sertakan Pegawai Negeri Sipil”. Adapun yang dilarang oleh UU untuk ikut terlibat kampanye (Pasal 86 ayat (3)), yakni : a.Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi; b. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; c. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia; d. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah; e. pegawai negeri sipil; f. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; g. kepala desa; dan h. perangkat desa.
Namun semua aturan itu nampaknya hanya ada diatas kertas tanpa ada efek apapun terhadap kadis PSDA Sulsel Amin Yakub, bawaslu Sulsel nampaknya tidak mempunyai taring dalam mengawal dan menegakkan aturan atau UU Pilpres.
Bawaslu sulsel nampaknya tidak punya atau tidak mau menegakkan keadilan di Republik ini, ataukah Bawaslu sudah kenyang makan Suap hingga  pelanggaran Undang-undang Pilpres tidak mampu ditangani dan dibawa ke ranah hukum ?. (rr)

Back to Top